Mama… Sesosok orang yang telah mengandungku selama 9 bulan lamanya. Beliau adalah bagian dari hidupku yang tak pernah terpisahkan dariku, meski ruang dan waktu memisahkan kami. Karena tangannyalah, kini ku beranjak dewasa. Ku dapati diriku telah menikmati indahnya hidup ini. Pengorbanannya yang sangat besar, tak ku pungkiri telah menjadikanku seorang anak yang cukup tegar. Hatinya yang begitu mulia telah memberiku semangat untuk terus melangkah menuju hari esok yang menanti di depan mata. Beliau curahkan kasih sayangnya padaku tak jemu-jemu. Menasehatiku dengan begitu sabar yang takkan pernah ku lupa. Kini, seiring bertambahnya usiaku, ku merajut asa menggapai mimpi dengan bimbingan beliau. Menuntun diriku dalam meniti hidup. Wahai Mama, engkaulah insiprasiku. Karena beliaulah, aku masih sanggup berdiri untuk terus menjalani kerasnya hidup ini. Tak pernah terlintas dibenakku bila engkau tak ada di sampingku. Mungkin aku bagaikan orang buta yang kehilangan tongkatnya, bila suatu hari hal itu melanda diriku. Ku lihat lembaran sebelumnya, teringat bahwa selama ini aku jarang bercengkerama ataupun sekedar bercerita tentang indahnya hari ini padamu Mama. Itu bukan berarti aku tak menyayangi ataupun tak menghiraukan Mama. Namun, itu dikarenakan, kau begitu berkharisma untukku, hingga aku tak sanggup berkata-kata di depanmu Mama.
Aku bukanlah seorang yang naif. Tak ku pungkiri, jika selama ini aku sering mengecewakanmu Mama, membuatmu marah padaku pun aku sering tak sengaja melakukannya. Maafkan Nia, bila selama ini tak pernah membuat mama bangga. Nia hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Kini, di hari yang spesial ini, tak ada yang dapat ku berikan selain peluk dan ciumku serta ku ucapkan,
Mama… Sesosok orang yang telah mengandungku selama 9 bulan lamanya. Beliau adalah bagian dari hidupku yang tak pernah terpisahkan dariku, meski ruang dan waktu memisahkan kami. Karena tangannyalah, kini ku beranjak dewasa. Ku dapati diriku telah menikmati indahnya hidup ini. Pengorbanannya yang sangat besar, tak ku pungkiri telah menjadikanku seorang anak yang cukup tegar. Hatinya yang begitu mulia telah memberiku semangat untuk terus melangkah menuju hari esok yang menanti di depan mata. Beliau curahkan kasih sayangnya padaku tak jemu-jemu. Menasehatiku dengan begitu sabar yang takkan pernah ku lupa. Kini, seiring bertambahnya usiaku, ku merajut asa menggapai mimpi dengan bimbingan beliau. Menuntun diriku dalam meniti hidup. Wahai Mama, engkaulah insiprasiku. Karena beliaulah, aku masih sanggup berdiri untuk terus menjalani kerasnya hidup ini. Tak pernah terlintas dibenakku bila engkau tak ada di sampingku. Mungkin aku bagaikan orang buta yang kehilangan tongkatnya, bila suatu hari hal itu melanda diriku. Ku lihat lembaran sebelumnya, teringat bahwa selama ini aku jarang bercengkerama ataupun sekedar bercerita tentang indahnya hari ini padamu Mama. Itu bukan berarti aku tak menyayangi ataupun tak menghiraukan Mama. Namun, itu dikarenakan, kau begitu berkharisma untukku, hingga aku tak sanggup berkata-kata di depanmu Mama.
Aku bukanlah seorang yang naif. Tak ku pungkiri, jika selama ini aku sering mengecewakanmu Mama, membuatmu marah padaku pun aku sering tak sengaja melakukannya. Maafkan Nia, bila selama ini tak pernah membuat mama bangga. Nia hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Kini, di hari yang spesial ini, tak ada yang dapat ku berikan selain peluk dan ciumku serta ku ucapkan,